Connect with us

Sastra

[Cerpen] Ainun Jariah; Rahasia Hamidah

Published

on

Cerpen Rahasia Hamidah

BEBERAPA hari telah berlalu. Tak ada yang berubah dari Hamidah. Hanya wajahnya yang semakin terlihat cantik di mata Sanusi.

“Bagaimana di sana, Midah? Belajarmu bagus?” Tanya Sanusi kepada istrinya saat mereka sedang bersantai di ruang tamu.

“Baik, Mas, di sana menyenangkan,” ujar Hamidah singkat.

“Jadi bagaimana sawah kita, Mas. Apa tikus masih banyak berkeliaran di sana?” Tanya Hamidah mencoba mengalihkan topik.

“Semuanya baik-baik saja, cuma beberapa tikus nakal yang biasa tertangkap.”

Sanusi mengerutkan dahi. Ini kali ke tiga ia mencoba menanyakan perihal ilmu yang Hamidah dapatkan dari kampung sebelah. Namun selalu saja Hamidah seolah-olah menghindar dari pertanyaan lanjutan yang akan dilontarkan oleh Sanusi.

Akan tetapi, Sanusi berusaha berpikiran positif pada istrinya. Mungkin saja istrinya masih lelah setelah melakukan perjalanan jauh.

Uap kopi masih mengepul di atas gelas. Belum tersentuh sama sekali oleh Sanusi. Pikirannya masih khawatir, meski ia sendiri belum tahu apa yang harus dikhawatirkan.

***

SATU bulan telah berlalu. Sanusi mulai merasakan ada yang ganjil dengan tingkah laku istrinya. Hamidah lebih sering tidur terpisah dengan dirinya. Atau biasa juga saat ia bangun tengah malam, Hamidah tidak berada lagi di sebelahnya.

Termasuk malam ini ia tidak mendapati Hamidah di sampingnya. Karena penasaran, Sanusi memutuskan untuk mencari istrinya di dapur dan di kamar mandi. Tapi Sanusi tidak mendapati wajah istrinya di sana.

Pikirannya mulai kusut. Ia mulai memikirkan hal-hal aneh tentang istrinya. Tetapi masih ada satu ruangan yang belum ia periksa. Kamar yang berada di dekat gudang rumahnya. Biasanya ia mendapati Hamidah di kamar itu sedang tertidur.

Dengan lincah, Sanusi menuju kamar itu. Saat Sanusi membuka pintu kamar, ia melihat tubuh istrinya sedang tertutupi kain putih dan bergerak.

Sanusi bernapas lega. Ternyata istrinya melakukan salat tahajjud. Sanusi langsung menepis pikiran kotornya terhadap istrinya dan bergegas mengambil air wudu.

“Astaghfirullah, mengapa pikiran saya bisa sejahat ini?” Gumamnya.

Pages: 1 2 3

Senang berimajinasi. Menyukai musik dan puisi. Sesekali menulis esai di media massa, seringkali tahu cara membahagiakan suaminya dengan masakan.