Connect with us

Peristiwa

Sejarah Dibalik Naskah Hikayat Raja Berekor

Published

on

Spread the love

Berdasarkan sebuah buku yang berjudul “Raja Berekor” yang berisi transliterasi dari naskah hikayat raja berekor. Salah satu upaya pelestarian naskah kuno yaitu dengan adanya transliterasi. Transliterasi merupakan penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Cerita raja berekor tersebut menjadi cerita rakyat atau dongeng yang berasal dari wilayah Bangka Belitong. Cerita tersebut ditransliterasikan dari huruf arab ke huruf latin untuk kata-kata bahasa Melayu dan Indonesia serta kata-kata Arab yang sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia.

Konon, pada zaman dulu di wilayah Mataram namanya dipimpin oleh seorang raja yang bernama Seri Rama. Seri rama memiliki tujuh anak laki-laki, dari tujuh anaknya tersebut terdapat anak laki-laki kembar. Si kembar tersebut memiliki keunikan dibanding saudaranya yang lain.

Mereka memiliki ekor sejak lahir, dan semakin hari ekor mereka memanjang, Seri Rama khawatir, nantinya saat mereka besar mereka menjadi bahan cemoohan kawan sebayanya. Sampai usia sikembar dewasa, raja memutuskan untuk mencari sebuah wilayah yang nantinya akan ditahtakan kepada sikembar tersebut. Raja memerintahkan para hulubalang dan menteri kerajaan untuk mencari wilayah yang belum mempunyai raja, dan anak kembarnya tersebut dipanggil dengan nama raja berekor.

Disuatu hari pergilah sikembar yang memiliki ekor itu bersama hulubalang dan para menteri kerajaannya untuk mencari wilayah yang tepat. Sepanjang perjalanan, akhirnya raja berekor berhenti disuatu daerah bernama Pangkalan Buding dan bermukim disitu. Sedangkan, raja berekor yang muda pergi kesebelah hulu dan membuat kampung serta bermukim di situ.

Di suatu hari lainnya, raja berekor muda pergi kesuatu tempat yang bernama kampung Perawas, distrik Tanjungpandan dan hendak bercocok tanam di sana. Berbagai macam jenis tanaman yang terdapat di daerah tersebut, dan sampai sekarang beberapa tanaman yang masih ada seperti langsat, manggis, dan asam. Kemudian raja berekor muda memerintahkan rakyatnya membuka hutan membangun kampung lagi dan diberi nama Air Bagi, dan konon katanya sampai sekarang masih ada bekas tanamannya di hulu sungai Buding.

Pada suatu hari pula, saat juru masak kerajaan sedang memasak keladi untuk makanan raja berekor, tanpa sengaja terkena pisaulah jari si juru masak dan darahnya menetes ke gulai tersebut.

Saat dihidangkan raja berekor sangat menikamati masakan si juru masak kerajaan tersebut, dan ia bertanya daging apa yang dimasaknya ini mengapa lezat sekali. Juru masak kerajaan pun menjeleskan, bahwa yang ia masak hanya gulai keladi seperti biasanya.

Namun, pada saat memasak darahnya menetes sedikit akibat tersayat pisau. Mulai saat itu raja berekor sangat suka dengan daging manusia, karena ia menganggap darah saja sudah sangat lezat apalagi dagingnya.

Raja pun memerintahkan kepada hulubalang kerajaan untuk mencari dan menyembelih manusia, seorang untuk sehari. Sampai hari-hari berikutnya hulubalang hanya tersisa 6 orang lagi, mereka khawatir nantinya penduduk yang ada di kampung juga menjadi santapan raja berekor itu.

Ke 6 hulubalang tersebut membuat siasat untuk membunuh raja berekor, mereka juga bekerjasama dengan penduduk yang ada disitu. Keesokan harinya mereka mengundang raja berekor untuk makan besar dengan lauk daging manusia, tanpa rasa curiga raja berekor dengan senang hati menerima tawaran hulubalangnya.

Ketika hendak menyantap daging manusia yang ternayat rusa itu, dari belakang para hulubalang menghantam kepala raja berekor dan berusaha membunuhnya. Raja berekor tidak ddapat bertahan, dan ia mati di tangan hulubalangnya.

Akhirnya keenam para hulubalang hidup aman dan damai, bersaudara dengan penduduk kampung di Pangkalan Buding. Konon, kuburan Raja Berekor sampai sekarang masih ada di dekat Gunung Bangsi, distrik Buding, asisten residen Belitung.

Berdasarkan cerita pada naskah hikayat Raja Berekor adanya kaitan dengan masa kini, serta mengisahkan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja yang memiliki ekor, dan konon katanya beberapa peninggalan masyarakat yang masih ada.

Seperti tanaman yang masih ada sampai sekarang, seperti asam, buah langsat, dan buah manggis. Selanjutnya peninggalan bersejarah yang berkaitan dengan naskah hikayat raja berekor yaitu kuburan raja berekor di dekat Gunung Bangsi.

Dengan adanya transliterasi naskah kuno, memudahkan kita sebagai masyarakat yang belum bahkan tidak mengenal menganai naskah kuno.

Dan ternyata naskah kuno banyak menyimpan dan membahas permasalahan kehidupan yang sebenarnya sudah ada sejak dahulu.

Sumber bacaan

Barried Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: BPPF.

Moenawar, Toeti. 1979. Raja Berekor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Pages: 1 2

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *