Connect with us

Peristiwa

Menuju Debat Terakhir ”Lebih Banyak Substansi atau Atraksi”

Published

on

Spread the love

Penulis : Rifkal Artha Yuda

​Perhelatan pemilu semakin mendekati waktu pencoblosan. Setiap hari para capres dan cawapres serta timnya berjibaku dengan bergerilya ke berbagai daerah untuk mendapatkan suara. Semua waktu, tenaga dan pikiran telah dikerahkan dengan berbagai upaya agar memenangkan pertarungan ini. Strategi yang digunakan pun bermacam-macam. Ada yang melakukan dialog terbuka, ada yang menggelar konser dengan menarik perhatian warga, ada juga yang membagikan susu gratis. Tentunya ini semua sah-sah saja, yang terpenting tidak menyalahi aturan yang ditetapkan oleh bawaslu.

​Salah satu agenda yang dibuat khusus oleh bawaslu yaitu debat capres dan cawapres yang di adakan hingga 5 kali. Debat ini tentunya memiliki tujuan menguji retorika publik para paslon, mengutarakan gagasan dan visi misi, bertukar pikiran antar paslon serta mencari suara bagi masyarakat yang belum menentukan pilihannya. Debat capres dan cawapres di tahun ini sungguh ramai sekali dan masyarakat sangat menunggu agenda tersebut. Debat di era sosial media seperti sekarang ini, kita bisa saksikan melalui berbagai platform dan tidak hanya melalui televisi saja.

​Euforia masyarakat tidak hanya ketika debat berlangsung. Tetapi antusias dalam mengkritisi, menganalisis, hingga membuat konten lucu-lucuan sangat ramai di sosial media. Bahkan bisa dibahas berhari-hari. Gerbong dari para pendukung saling sindir menyindir dan sanggah menyanggah dengan membuat konten di sosial media masing-masing. Hal ini tentunya sah-sah saja karena para pendukung punya hak untuk menyampaikan pendapat serta kreatifitasnya, yang terpenting tidak melanggar aturan dan tetap pada koridor yang baik.

​Pada debat keempat kemarin, waktunya para cawapres untuk unjuk diri. Para pendukung masing-masing calon sangat menunggu momen tersebut. Dari kubu 01 seperti harap-harap cepas terhadap cak imin karena pada debat pertama dianggap kurang menguasai panggung dan terlihat seperti grogi, Seperti menyenggol micrphone hingga terjatuh. Lalu dari kubu 02 sangat percaya diri karena gibran tampil ciamik saat debak pertama. Walaupun ada yang menganggap bahwa gibran beberapa kali memberikan pertanyaan yang terkesan menjebak dan jauh dari substansi berdebat, yaitu dengan menanyakan singkatan-singkatan yang dia sendiri dalam mengejanya perlu membaca catatan. Kemudian dari kubu 03 sangat semangat dan percaya diri karena cawapresnya adalah seorang profesor yang harapannya dapat menjadi singa forum dalam debat tersebut.

​Akhirnya debat terlaksana, dan siapa sangka para pendukung sangat kaget melihat para jagoannya tampil. Pendukung 01 sangat kaget melihat cak imin tampil dengan percaya diri, banyak mengeluarkan gagasan, dapat menyampaikan data dengan tepat. Berbeda dari debat sebelumnya yang terkesan demam panggung dan kurang lepas. Lalu untuk pendukung 02 melihat gibran tampil sangat offensive karena banyak menyindir lawan debatnya serta banyak mengeluarkan gesture yang dirasa kurang etis. Lalu untuk pendukung 03 seperti biasa, sangat puas terhadap prof mahfud karena dirasa menguasai perdebatan dengan banyak menampilkan data dan fakta.

​Berbagai polemik pun bertebaran di masyarakat melihat hasil debat keempat lalu. Keramaian ini disebabkan oleh gibran. Gibran dirasa kurang etis dalam menampilkan gesture kepada prof mahfud. Saat debat berlangsung, singkatnya gibran bertanya kepada prof mahfud, lalu prof mahfud menjawab, setelah itu gibran disilakan untuk menanggapi. Alih-alih menanggapi jawaban prof mahfud, gibran justru menampilkan gesture yang seolah-olah mencari jawaban prof mahfud dengan kesan mengejek, lalu ia katakan bahwa jawaban prof mahfud tidak pas dengan pertanyaan yang ia berikan. Dari inilah kisrah-kisruh peperangan argumen di sosial media terjadi.

​Dari debat cawapres lalu, Gibran mendapatkan sentimen negatif  tertinggi di sosial media X. Dapat dilihat dari Drone Emprit, bahwa sentimen negatif yang didapatkan gibran mencapai 60 persen, disusul prof mahfud dengan 12 persen dan cak imin hanya 6 persen. Dari polling inilah banyak yang menyayangkan mengapa gibran sangat jauh sekali penampilannya dari debat yang pertama. Tetapi tentu saja, masing-masing pendukung yang fanatik, tentunya bias dalam memandang ini. Tetap saja yang mereka dukung ialah jagoan awalnya masing-masing walaupun data menunjukan sedemikian rupa.

​Banyak para pengamat politik dan para ahli mengatakan bahwa debat cawapres kedua sangat jauh dari tujuan utama. Harapan dari debat ini adalah para paslon dapat menyampaikan gagasannya serta bertukar pikiran dengan menampilkan yang terbaik. Menurut penulis, jika para paslon ingin berdebat dengan cara mempertanyakan serta mengkritisi gagasan ataupun argumen dari lawannya, tentunya ini sah-sah saja walaupun dengan cara yang offensive ataupun menyerang. Karena inti dari debat adalah seni menyerang dan mempertahankan argumen. Tetapi apa yang ditampilkan pada debat cawapres lalu, dianggap terlalu banyak gimik dengan menampilkan gesture yang berlebihan. Padahal jika dilihat debat adalah adu mulut secara intelektual. Bukan menampilkan gimik dengan gerakan yang berlebihan.

​Dikutip dari kumparan.com, KPU sampai mengevaluasi gimik capres dan cawapres. Hal ini di evaluasi sehabis debat keempat diselenggarakan. Dengan adanya evaluasi tersebut, harapannya para capres dan cawapres bisa menarik perhatian rakyat tetapi tidak terlepas dari substansi debat. Semoga didebat penutup nanti para capres bisa lebih banyak menampilkan substansi gagasan bukan atraksi gerakan yang berlebihan. Para capres harus bisa memanfaatkan waktu debat seefektif mungkin. Karena debat ini sangat krusial. Masih banyak masyarakat yang belum menentukan pilihannya, dan debat ini merupakan momentum yang mereka tunggu-tunggu untuk menentukan kepada siapa ia akan mencoblos.

​Semoga didebat terakhir nanti kita bisa melihat suatu pertunjukan yang ciamik. Kita dapat melihat capres mengunggulkan programnya dan saling beradu retorika. Karena retorika merupakan senjata utama dalam berdebat. Harapannya kita sebagai masyarakat dapat menjadi pendukung yang bijak. Jangan sampai termakan hoaks yang beredar di sosial media.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *