Connect with us

Kolom

Respon Terhadap Kenaikan BBM, Pimpinan OKP Dinilai Pencitraan?

Published

on

Erwin Ma
Spread the love

Oleh: Erwin Ma 

Isu Kenaikan BBM dan Penolakannya

Baru-baru ini, publik dibuat panas dengan beredarnya isu “Kenaikan BBM” oleh pemerintah pusat lewat mulut Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang disampaikan dalam Kuliah Umum Universitas Hasanuddin (Jum’at, 19/08/2022).

“Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). Jadi presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita,” katanya.

Lagi-lagi ini membuktikan indikasi ketidakberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah, baru dua bulan kemarin Presiden Joko Widodo melontarkan mantra penenang dengan mengatakan bahwa “Walaupun bebas fiskal kita berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberi subsidi kepada masyrakat bawah, baik yang berkaitan dengan BBM, terutama solar yang berkaitan dengan gas listrik. Ini harus terus kita jaga,” disampaikan di Istana Negara pada 20 Juni 2022.

Kenaikan BBM adalah imbas dari penghapusan BBM bersubsidi.  Kita ketahui bersama bahwa di akhir tahun 2021 kemarin terjadi persekongkolan besar-besaran lembaga negara untuk mematikan orang miskin, lewat Kementrian Lingkungan Hidup bersama dengan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral beserta BPH Migas mengeluarkan kebijakan penghapusan BBM bersubsidi jenis premium dengan dalih pencemaran lingkungan lewat gas buangan kendaraan bermotor.

Program yang disebut “Langit Biru” dengan tujuan mulia katanya meminimalisir pencemaran udara karena BBM Jenis premium dengan oktan 88 dianggap mempengaruhi kualitas udara. Lagi-lagi ini hanyalah dalih, kalau memang karena pencemaran lingkungan, seharusnya solar ikut dicabut subsidinya yang jelas-jelas memiliki oktan yang lebih rendah yang berarti tinggi pencemaran lingkungannya.

Jelas tidak akan dicabut, karena perlu kita ketahui bahwa penggunaan BBM jenis solar paling tinggi adalah mobil-mobil besar dan pengangkut barang-barang distribusi yang sudah barang tentu pimiliknya adalah para pemodal.

Di Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Makassar di penghujung tahun 2021 kemarin gencar melayangkan penolakan dan penuntutan dengan hasil pengkajian dan konsolidasi yang massif kepada pihak-pihak terkait seperti Gubernur Sulawesi Selatan, DPRD Sulawesi Selatan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina MOR (Marketing Operation Region) VII Sulawesi Selatan.

Hasil dari penuntutan dengan beberapa kali aksi demontrasi hanyalah dengan janji DPRD pada saat RDP di Gedung DPRD yang diwadahi oleh Komisi D pada saat itu. Massa aksi yang mengatasnamakan Alianasi Mahasiswa Rakyat Miskin Kota yang terdiri dari beberapa organ (masyarakat dan mahasiswa) menyampaikan tuntutan yang berakhir dengan janji DPRD untuk menembuskan tuntutan ke pemerintah pusat.

Diawal tahum 2022 beredar lagi obat penenang bagi masyarakat menengah ke bawah dengan penyebarluasan wacana pembatalan penghapusan BBM Bersubsisi yang nyatanya dipasaran jenis Premium memang tidak dijual lagi di pom bensin manapun di wilayah Sulawesi Selatan atau bahkan se-Indonesia.

Keberpihakan Pimpinan OKP

Hingga hari ini berdasarkan pernyataan Menko Marves diatas masyarakat masih sangat mengeluhkan jikalau subsisdi BBM dicabut yang berakibat kenaikan harga.

Para mahasiswa yang aktif didunia pergerakan juga ikut merespon terkait pernyataan tersebut, yang menarik adalah beredar penolakan kenaikan BBM oleh sejumlah pimpinan OKP Pusat dengan menggunakan flyer-flyer bergambar dirinya dan pernyataan menolak wacana kenaikan BBM.

Kader-kader menanggapi beragam kekompakan para pimpinan OKP tersebut.

“Apakah mungkin mereka yang hidup di rumah kebangsaan menentang kebijakan pemerintah? Pun kalau menentang, pasti ada maunya. Apalagi gerakannya hanya gertakan melalui flyer-flyer. Kalau mau menolak, langsung demontrasi saja, tak perlu berlomba-lomba pasang foto, seolah-olah kontra dengan pemerintah.

Jauh lebih baik urus itu Rumah Kebangsaan, tak perlu urus BBM dan perkara lainnya. Tak elok juga kalau terlalu serakah, terlalu banyak mau diurusi, nanti tidak dapat sama sekali”.

Sepertinya memang sudah dikonsolidasikan para elite-elite OKP untuk memasang flyer penolakan kenaikan BBM untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat. Pasalnya sejak pertemuan 12 Pimpinan OKP Cipayung Plus bersama Presiden Jokowi di istana negara banyak menuai kritikan dan layangan mosi tidak percaya kepada pimpinan masing-masing OKP.

Salah satunya adalah bentuk dukungan mereka tehadap pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang tentu punya dampak besar terhadap pengrusakan lingkungan kawasan hutan Kalimantan.

Pimpinan OKP dianggap hanya pencitraan semata terkait penolakan kenaikan BBM, pasalnya dari kemarin-kemarin kader-kader organisasi di tingkatan cabang dan komisariat bersama masyarakat berjuang menuntut penghapusan BBM bersubsidi jenis premium.

Bukan hanya flyer penolakan yang tersebar, tapi juga tersebar seruan aksi yang lagi-lagi dianggap sebagai pencitraan, karena muatannya hanyalah seruan aksi tanpa waktu dan titik aksi dan lebih penting pencantuman nama pimpinan organisasi.

Ada juga yang merespon baik langkah pimpinannya dengan semangat yang menggelegar bahwa sebentar lagi akan terjadi perlawanan besar-besaran dengan seruan masing-masing pimpinan OKP pusat.

Kita lihat saja kedepannya akan terjadi apa, toh nanti bakalan kecewa kalau ternyata pengurus OKP pusat tidak melakukan apa-apa kecuali dengan flyer-flyer itu, omong kosong perlawanan.

Beberapa juga merespon bahwa pimpinan OKP kurang menganalisis terkait penolakannya terhadap kenaikan BBM. Perlu dipertegas bahwa wacana yang dibangun pemerintah adalah pengahapusan subisdi terhadap BBM bukan wacana kenaikan semata.

Penghapusan Subsidi adalah Implikasi perjanjian WTO

Indonesia merupakan anggota resmi dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) lewat persetujuan Indonesia yang termuat dalam UU. No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

Dengan bergabungnya Indonesia di WTO, artinya Indonesia punya kewajiban untuk mematuhi aturan yang bersifat internasional. Ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah di wilayah perdagangan. Salah satu wacana di WTO adalah penghapusan subsidi di berbagai sektor yang tentunya yang akan dirugikan adalah masyarakat miskin.

Aturannya jelas dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan dan lebih lanjut dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM). Aturannya adalah tentang subsidi dan langkah negara-negara anggota yang dirugikan akibat adanya subsidi di negara lain.

Negara yang merasa dirugikan kalau ada negara yang melakukan subsidi punya hak untuk memberikan teguran dan sanksi. Baru-baru ini WTO melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi di Jenewa, Swiss. Misi utamanya adalah  membahas rencana pencabutan dukungan subsidi untuk perikanan di seluruh dunia. Jelas yang dirugikan adalah masyarakat kelas bawah.

Kedepannya akan ada pencabutan dukungan subsidi diberbagai sektor termasuk Perdagangan Minyak Bumi atau BBM. Langkah pemerintah yang secara perlahan-lahan menghapus subsidi BBM dinilai tidak memperhatikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kesan pemerintah dalam kebijakannya dinilai cukup rapi, lewat dalih penyelamatan lingkunganlah dengan program langit birunya.

Pemerintah pun tidak terang-terangan dalam penghapusan subsidi. Awalnya memberikan potongan harga pada BBM jenis pertalite pada beberapa waktu, dan secara perlahan pasokan BBM jenis premium ditiadakan dipasaran.

Masyarakat seakan dinina bobokkan oleh pemerintah, setelah penjualan BBM jenis premium benar-benar ditiadakan barulah harga pertalite berangsur-angsur kembali normal, tidak pakai potongan lagi. Masyarakat mau tidak mau harus menggunakan pertalite karena BBM jenis premium tidak tersedia lagi di pasaran.

Dekat-dekat ini akan ada lagi pencabutan kebijakan subsidi pada BBM jenis pertalite yang tentu imbasnya adalah terjadi kenaikan harga di pasaran. Seharusnya sudah ada gerakan penolakan secara besar-besaran.

*Erwin Ma, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNM.

Baca juga: Sudah sampai di mana hubungan kita sesama muslim?

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *