Connect with us

Peristiwa

Dagangan Pasarku Kian Ditinggal

Published

on

Spread the love

“Pembeli yang masih datang ke saya rata-rata sudah langganan dan usaha katering makanan. Kalau untuk pembeli rumah tangga sudah berkurang daya belinya ke pasar tradisional,” Ucap Nasril, salah seorang penjual bahan makanan di Pasar Mampang Prapatan, Jakarta saat diwawancarai.

Namun mengapa orang-orang mulai enggan untuk pergi berbelanja ke pasar tradisional?

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat semakin ke sini, semakin meninggalkan pasar tradisional. Alasan yang paling terasa adalah fakta bahwa daya beli masyarakat untuk bahan makanan pokok sudah menurun.

Daya beli masyarakat adalah suatu acuan untuk mengukur seberapa tinggi tingkat kemampuan konsumen dalam membeli atau mendapatkan barang yang mereka perlukan.
Menurunnya daya beli masyarakat ini bisa terjadi karena banyak hal, salah duanya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) dan kenaikan harga bahan pokok.

Sebagai perbandingan, harga satu kilogram beras sekitar 10 tahun lalu sekitar Rp. 8.500,-. Namun harga beras satu kilogram saat ini ada di Rp. 11.600,- dan untuk harga tertinggi ada di Rp. 13.650,-.

Perbedaan kedua harga beras yang mencapai Rp. 3.100,- lebih tinggi itu akhirnya memengaruhi harga bahan pokok lain untuk ikut meroket. Seperti cabai, bawang, dan lain sebagainya.

Namun apa kaitannya harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik dengan harga bahan pokok? Karena bahan pokok perlu disalurkan dari para petani ke disributor. Dan untuk mengangkut semua bahan pokok tersebut diperlukan kendaraan bermotor.

Karena kendaraan bermotor yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan harga BBM meroket, maka para petani menaikan harga jual kepada para distributor.

Hal lain yang menjadi penyebab mengapa konsumen di pasar tradisional menurun adalah adanya tren pembelian bahan pokok secara daring melalui aplikasi.

Semenjak pandemi COVID-19, mayoritas orang enggan untuk keluar rumah. Bagi mereka, aplikasi belanja daring menjadi salah satu alternatif ketimbang mereka harus pergi ke pasar tradisional dan bertemu penjual secara tatap muka.

Hal tersebut menjadi malapetaka bagi pedagang seperti Nasril. Karena para pedagang juga marus menaikan harga jual mereka untuk menutup kerugian. Tak hanya itu, mereka mulai kehilangan banyak pembeli rumah tangga.

Penulis: Muhamad Bagus Satrio, Jurusan D3 Penerbitan, Teknik Grafika Penerbitan Politeknik Negeri Jakarta

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *