Connect with us

Peristiwa

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel Bedah Buku Tusalama’ Munguak Kisah Inspiratif Syekh Yusuf Al Makassari yang Penuh Makna bagi Generasi Zaman Now

Published

on

Spread the love

Dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap penerbitan buku berbasis muatan lokal serta memotivasi dan membangkitkan gairah penulis lokal daerah Sulawesi Selatan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan kembali melakukan seminar dan bedah buku. Buku yang dibedah kali ini berjudul Tusalama sebuah karya Labbiri, S.Pd.,M.Pd seorang Guru Berprestasi dari Kabupaten Gowa.

Seminar bedah buku yang berlangsung di Hotel Continent Centrepoint Panakukang Makassar, Jumat (7/5/2021) dibuka oleh Kepala DPK Sulsel yang diwakili Kepala Bidang Perpustakaan Drs. Yulianto, M.M, dengan menghadirkan narasumber penulis buku Labbiri, S.Pd., M.Pd, Pembahas Dr. Ir. Hasan Hasyim, M.Si. Dg. Sikki seorang Budayawan dan Tokoh Agama, dan dipandu moderator Mas’ud Kasim, M.Pd. penyiar Radio Rewako FM.

Kegiatan Seminar dan Bedah Buku ini merupakan salah satu program unggulan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel yang dilaksanakan setiap tahun, dan kegiatan bedah buku kali ini menurut pelaksana kegiatan Drs. Muh. Syahrir Razak, M.AP, diikuti 82 orang peserta dari berbagai institusi di Sulawesi Selatan.

Kadis DPK Sulsel dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Bidang Perpustakaan, Yulianto mengatakan bahwa buku Tusalama’ ini, menguak kisah inspiratif Syekh Yusuf Al Makassari yang penuh makna merupakan sebuah buku pengayaan literasi budaya dan sejarah tentang Syekh Yusuf Al Makassari sebagai sosok ulama, pejuang yang kharismatik dan dianugerahi sebagai pahlawan nasional.

“Sisi pengembaraan hidupnya sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal dan religius yang penuh hikmah, sehingga buku ini sangat penting untuk dibaca, bukan saja bagi peserta didik, pendidik, pemerhati budaya, pegiat literasi, orang tua, tetapi semua kalangan yang peduli terhadap gerakan literasi nasional dan penguatan pendidikan karakter,” jelasnya.

Sementara itu dalam pengantar pembahasannya, Penulis buku, Labbiri menjelaskan bahwa buku ini adalah sebuah novel yang memuat 25 kisah kumpulan mozaik kehidupan Syekh Yusuf yang lebih dikenal dengan Tuanta Salamaka. Dimulai dari kisah orang tua Syekh Yusuf, sejak ia dihamilkan sampai pada masa kelahirannya yang selalu memperlihatkan keajaiban-keajaiban, dilanjutkan dengan kisah pengembaraannya menuntut ilmu dan usahanya dalam mengembangkan agama Islam dan menyebarkan ajarannya, hingga kisah kematiannya yang fenomenal. Buku ini diakhiri dengan epilog nasihat-nasihat Tuanta Salamaka Syekh Yusuf Al Makassari.

Menurutnya. kisah dari buku ini digali dari naskah-naskah klasik di Sulawesi Selatan pada umumnya dan naskah Riwayat Tuanta Salamaka ri Gowa pada khususnya, yang merupakan suatu dokumen atau arsip sejarah dan budaya lokal yang dikiaskan sebagai mawar putih sejarah di daerah Sulawesi Selatan.

“Buku ini berjudul Tusalama’ yang bermakna Tau Salama (Orang yang Selamat), Seperti kita ketahui Sulawesi Selatan ini kaya dengan khasanah budaya dan sejarah laksana hutan belantara sejarah dan budaya banyak kearifan-kearifan, banyak petuah-petuah, banyak sisi lokalitas yang mesti diangkat ke permukaan sehingga ini bisa diketahui oleh generasi ke generasi, sehingga ada kesinambungan sejarah ada kesinambungan nilai-nilai yang bisa kita ambil untuk kita maknai dalam konteks kekinian terutama untuk generasi milenial,” paparnya.

Dr. Hasan Hasyim yang hadir sebagai pembahas mengapresiasi upaya yang dilakukan Labbiri untuk melahirkan buku ini dan berharap penulis dapat menghadirkan lagi satu buku yang merupakan terjemahan dari buku Tusalama’ ini.

Menurutnya, salah satu kehebatan dari Syekh Yusuf ini adalah konsistensi dari pendiriannya untuk tetap menjaga keselamatan, sehingga dia pernah kontradiktif dengan Raja Gowa. Dikisahkan, Syekh Yusuf pernah memperingatkan Raja Gowa, kalau kita mau selamat jangan membiarkan perjudian dan miras merajalela di negeri ini. Karena pemintaannya ini tidak diindahkan oleh Raja Gowa waktu itu, maka Syekh Yusuf pun meninggalkan Istana dan tidak berniat lagi untuk kembali ke Istana, dan tenyata memang betul dia meninggal dalam perantauan.

“Tapi di situ karakter Syekh Yusuf bahwa dia berani dan mau memperingati pemerintah, dan kalau sarannya tidak diindahkan, dia tinggalkan itu daerah. Itu yang mungkin ada terjemahan-terjemahan dari buku terbitan kedua nantinya dari buku Tusalama’ ini,” harapnya.

Buku ini menurutnya sangat penting, Syekh Yusuf sendiri telah menulis sekitar 20 buku rata-rata dalam bahasa Arab sehingga kita tidak mengerti, dan ini penting untuk digali dan dikembangkan guna memperkaya buku yang kedua nanti yang akan dilahirkan oleh penulis dalam membahas hal-hal yang memang sangat dibutuhkan oleh kaum milenial. Karena banyak karakter dari Syekh Yusuf yang perlu ditanamkan kepada generasi milenial dalam kehidupan berbangsa kita saat ini.

Para peserta seminar dan bedah buku ini yang berasal dari berbagai kalangan diantaranya pemerhati sejarah dan budaya, guru, dosen, pustakawan, penulis dan pegiat literasi. Beberapa orang diantaranya juga memberi apresiasi, tanggapan dan masukan demi penyempurnaan buku ini.

Seperti halnya Pembahas Dr. Hasan Hasyim, salah seorang peserta dalam Seminar dan Bedah Buku ini Dr. Ayatullah, juga sangat ingin lebih jauh lagi mendalami apa yang dituangkan penulis dalam buku Tusalama’ ini. Sehingga Ayatullah yang juga seorang Guru Berpretasi Tingkat Nasional dari Gowa dan pernah mendapat beasiswa untuk belajar ke Australia, juga sepakat dengan pembahas dan merindukan hadirnya buku-buku berikutnya yang menggali lebih dalam lagi filosofi makna dan nilai-nilai dari Syekh Yusuf ini, sebagai referensi yang bisa dibawah ke dunia pendidikan untuk menjadikan anak-anak kita menjadi Tusalama’.

Sementara Aziz Nojeng, seorang presenter dan dosen yang juga bergelar Doktor berpandangan bahwa keteladanan Syekh Yusuf itu harus diteladani oleh siapa saja tanpa memandang usia, lalu mengapa buku ini kemudian menjadi pembatas bagi orang tua dan generasi muda zaman now. Padahal menurutnya, kisah-kisah inspiratif Syekh Yusuf ini mampu dinikmati oleh siapa saja. Sehingga ia memberi masukan sebaiknya catatan kaki atau sub judul dari buku ini dihilangkan saja, cukup judulnya Tusalama’ saja. Ia juga mempertanyakan penggunaan kata mozaik dan Tuanta dalam buku ini.

Hasmawati Daeng Ti’no juga seorang pendidik dari SMP Negeri 2 Bajeng Kabupaten Gowa, yang menjadi penanggap terakhir dalam sesi tanya jawab, menyoroti kalimat dalam buku ini yang mungkin tidak cocok kalau diberikan kepada peserta didik. Karena itu ia menyarankan kalau penulis mau menghadirkan terbitan kedua dari buku ini mungkin bisa menggunakan kalimat sesuai dengan bahasa-bahasa kaum milenial.  * (naz)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *