Connect with us

Kolom

Yuk, Kendalikan Risiko Ergonomi ketika WFH!

Published

on

Spread the love

Oleh :

Alya Hanifah

Safira Nurul Izzah

SEPERTI yang sudah diketahui, pandemi COVID-19 pertama kali terdeteksi di Wuhan, China di akhir tahun 2019. Virus Sars COV-2 (virus penyebab COVID-19) dapat menyebar dengan mudah, antara lain melalui kontak langsung atau dari droplet  (cipratan cairan dari mulut atau hidung ketika seseorang batuk atau bersin), penularan dari manusia ke manusia, melalui kontak tidak langsung atau benda yang terkontaminasi, dan penularan melalui udara.

Penyebarannya terjadi ketika seorang pasien batuk, bersin, atau bahkan berbicara atau bernyanyi. Penyebaran yang mudah menyebabkan jumlah terkonfirmasi positif COVID-19 semakin bertambah dan WHO atau Badan Kesehatan Dunia mengeluarkan pernyataan COVID-19 sebagai pandemi di tanggal 11 Maret 2020.

Sejalan dengan pernyataan pandemi, WHO juga memberikan saran terkait protokol kesehatan yang harus dilakukan agar masyarakat terhindar dari infeksi virus Sars COV-2, seperti menggunakan masker, cuci tangan secara rutin, menjaga jarak, dan sebagainya. Demi menghindari hal tersebut, perusahaan mulai menerapkan kebijakan work from home, atau bekerja dari rumah  menggunakan peralatan teknologi untuk memenuhi tanggung jawab pekerja terhadap pekerjaannya. Meski tak semua perusahaan dapat menerapkan work from home, khususnya perusahaan yang berkaitan dengan penghasilan barang, maka solusi lainnya adalah dengan mengurangi jumlah pekerja yang ada dalam satu shift dan membuat batas minimal antara satu pekerja dengan pekerja lain.

Ketika work from home, tentunya lingkungan kerja akan berbeda ketika di kantor atau tempat kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmed pada tahun 2022 terhadap berbagai institusi pendidikan tinggi di Pakistan ditemukan bahwa lingkungan kerja yang berubah dapat mempengaruhi kinerja seseorang, ketika kondisi lingkungan kerja baik maka dapat meningkatkan performa kerja, dan ketika lingkungan kerja buruk maka dapat menurunkan performa kerja pekerja. Pada penelitian yang dilakukan Wulshod tahun 2020 ditemukan 76% prevalensi faktor risiko ergonomis, dengan perbedaan yang signifikan pada kelompok usia, jenis pekerjaan, dan negara.

Lebih jauh lagi, terkait dengan efek kesehatan yang muncul selama WFH antara lain  keluhan di daerah pinggang belakang (57,3%) dan di daerah leher (58,8%). Begitu pula dengan pekerja yang tidak menggunakan kursi ergonomis, menunjukkan ketidaknyamanan tangan atau pergelangan tangan (42,2%) dan ketidaknyamanan pada lumbal punggung (55,6%).  Dalam penelitiannya Ahmed menemukan sebanyak lebih dari 50% karyawan yang bekerja di fakultas universitas atau Higher Education Institutes (HEIs) di Pakistan melaporkan ketidaknyamanan pada tubuh, antara lain pada mata, kelelahan leher, kepala pusing, masalah di punggung atas, dan ketidaknyamanan punggung bawah.

Melihat dampak tersebut maka perlu dilakukan pengendalian risiko ergonomi untuk mencegah terjadinya risiko atau keluhan ergonomi pada pekerja.

Pengendalian Risiko Ergonomi      

Hal pertama dan paling penting yang dibutuhkan agar dapat mengendalikan risiko ergonomi dan mengurangi keluhan sakit otot dan tulang rangka pada pekerja adalah dengan memastikan adanya komitmen perusahaan untuk betul-betul mencari metode intervensi yang tepat yang sesuai dengan karakteristik pekerjanya.

Pengendalian risiko dapat dimulai dengan melakukan suatu penilaian atau assessment pada pekerja untuk melihat karakteristik keluhan ergonomi yang menjadi prioritas program pengendalian. Hal ini dapat dimulai dari aspek mendasar seperti edukasi dan pelatihan terkait faktor risiko ergonomi. Dalam penelitian oleh Shuaib Ahmed yang dilakukan di Pakistan padan tahun 2022, didapatkan hasil bahwa pekerja di berbagai institusi universitas di Pakistan yang bekerja dari rumah memiliki tingkat pengetahuan yang sangat sedikit mengenai cara membangun tempat kerja yang ergonomis di rumah dan berdampak pada kesulitan saat menggunakan peralatan seperti laptop dan komputer desktop. Kurangnya pengetahuan ini tentu berpengaruh juga terhadap perilaku dan kebiasaan kerja yang abai terhadap aspek-aspek ergonomi.

Selain edukasi dan pelatihan, perusahaan dapat juga membantu menyediakan prosedur penyelesaian tugas dari pekerjaan tertentu dan peralatan kerja dari rumah yang ergonomis atau pun menyediakan alat bantu yang dapat mendukung pekerja melakukan pekerjaannya dengan lebih ergonomis. Perusahaan dapat menyediakan kursi kerja yang ukurannya sesuai dengan kondisi antropometri (ukuran tubuh) pekerja dan dapat diatur ketinggiannya. Apabila terdapat keterbatasan dana, perusahaan dapat memulainya dengan menyediakan bantalan-bantalan duduk yang dibarengi dengan informasi cara alternatif membangun ruangan kerja yang lebih ergonomis di rumah.

Tidak kalah penting, manajemen perlu menyediakan mekanisme evaluasi atas program intervensi yang diberikan. Evaluasi ini hendaknya melibatkan seluruh bagian pekerja agar hasil yang didapat betul-betul sesuai dengan kebutuhan pekerja. Manajemen dapat mengadakan agenda diskusi secara bergantian atau menyediakan mekanisme pelaporan/pemberian informasi yang dapat diakses pekerja dengan mudah apabila terdapat keluhan atau saran yang ingin disampaikan ke perusahaan. Melalui evaluasi ini diharapkan perusahaan mengadakan peninjauan dan penilaian ulang terhadap program yang telah diterapkan untuk selanjutnya ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pekerja.

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *