Connect with us

Kolom

Tahun Baru Islam Momentum Wujudkan profil Kebhinekaan Global

Published

on

Tahun Baru Islam Momentum wujudkan profil Kebhinekaan Global - Nurhidayah Mantong
Tahun Baru Islam Momentum wujudkan profil Kebhinekaan Global - Kolom Nurhidayah Mantong
Spread the love

Oleh: Nurhidayah Mantong

Penetapan Tahun Baru Islam Tahun 2023 jatuh pada tanggal 19 Juli 2023 tepatnya hari Rabu berdasarkan kalender masehi dan tanggal 1  Muharram 1445 berdasarkan kalender Hijriah.

Seperti tahun sebelumnya setiap memasuki tahun baru Islam, persiapan setiap daerah cukup antusias dan beragam bentuknya di setiap suku dari berbagai daerah. Tentu berbagai tradisi memiliki makna yang bertujuan untuk kehidupan yang lebih baik dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Ada tradisi yang selalu dilakukan di  tahun baru Islam. Salah satunya adalah siraman malam 1 suro yang dilakukan di propinsi Aceh. Siraman dilakukan dengan air dicampur kembang setaman yang terdiri dari bunga kantil, mawar putih, mawar merah dan melati.

Maknanya adalah menyucikan hati, pikiran dan panca indera dari hal-hal negatif. Sedangkan dalam tradisi Jawa, malam 1 suro dilakukan dengan sebelas kali siraman dalam bahasa Jawa “kewelasan” sebagai makna doa kepada Tuhan agar memberikan kewelasan atau belas kasih.

Tradisi di Sulawesi Selatan pun juga beragam. Kegiatan “Mabbaca” atau doa bersama sebelum menyantap 7 jenis makanan. Tujuan mabbaca ini sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Tradisi makan bubur syuro dilakukan dengan memasak bubur biasanya bubur yang manis dari beras ketan hitam, gula merah dicampur dengan santan kemudian dibagikan kepada tetangga dan fakir miskin, sebagai bentuk rasa kasih sayang antar sesama.

Tak lupa pula keramaian di pasar yakni kegiatan “Mabbalanca” atau berbelanja, dipenuhi para ibu rumah tangga membeli aneka jenis perabot rumah tangga sebagai keyakinan kelonggaran rezeki di tanggal 10 Muharram. Simbol-simbol perabot rumah tangga seperti membeli “pattapi” (nyiru) yang maknanya membersihkan kotoran. Alat “passero” atau gayung dimaknai sebagai penimba rezeki. Dan masih banyak lagi simbol dari alat-alat rumah tangga yang memiliki makna pada bulan Muharram.

Selain kegiatan tradisi di masyarakat luas, tak lupa kegiatan dari lembaga pendidikan. Menjadi agenda tahunan dengan melakukan pawai dan karnaval oleh guru dan peserta didik. Bentuk kegiatan ini sudah menjadi kegiatan umum dilakukan di seluruh Indonesia setiap tahun. Diperlukan kolaborasi agar pawai dan karnaval meriah dapat berjalan dengan aman dan tertib. Anak-anak sekolah yang ikut dalam pawai turut bergembira dan berjalan bergandengan tangan dengan temannya. Di sampingnya orang tua biasanya ikut mendampingi bagi anak TK/TPA. Bagian belakang turut guru yang dipercayakan mendampingi peserta didiknya. Di sela rombongan pawai selalu ada bagian konsumsi yang menenteng minuman sebagai antisipasi peserta yang kehausan setelah berjalan sekian kilo rute pawai.

Tak kalah meriahnya adalah kostum dan aksesori yang dipakai peserta pawai. Ada yang memakai pakaian gamis dan sorban ala padang pasir. Peserta perempuan menggunakan busana muslimah dan ada juga yang mengenakan pakaian adat yang disesuaikan dengan suasana acara Islam.

Assesoris seperti miniatur Ka’bah dan unta, makanan kurma serta spanduk, dan tulisan huruf hijahiyah yang diangkat tinggi-tinggi peserta pawai dan disertai iringan musik padang pasir serasa seperti suasana perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW yang selama ini tergambarkan dari beberapa sejarah hijrah beliau. Meskipun perbedaannya sangat jauh tapi semangat untuk melakukan perjalanan menuju ke yang lebih baik dapat terasa.

Dalam setiap momen memang selalu diagendakan kegiatan sebagai pertanda sebuah sejarah tidak terlupakan sebagaimana halnya sejarah bulan Muharram sebagai awal tahun baru Islam. Apalagi penetapan tahun baru Islam ditetapkan dari sejarah nabi melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah dengan salah satu tujuannya bagaimana meringankan dakwah beliau dalam menghadapi beragam suku dan agama di Arab. Dan setelah hijrah itu, Nabi Muhammad dapat membangun kota Madinah menjadi kota idaman atau kota peradaban. Perjalanan hijrah nabi Muhammad SAW penuh tantangan, dan beliau mampu menghadapi. Banyak keteladanan yang dapat kita refleksikan, terutama bagaimana beliau mengimplementasikan nilai toleransi dengan menghargai perbedaan dan dapat diterima oleh semua pihak yang beragam.

Keteladanan Nabi Muhammad SAW dimantapkan dalam salah satu nilai Profil Pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka belajar, yaitu Berkhebinekaan Global. Dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020 – 2024, mengamanatkan visi dan misi Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berahlak mulia, berkhebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Elemen kunci pada profil berkhebinekaan global ketika pelajar mampu mengenal dan menghargai budaya, kemampuan berkomunikasi interkultural dalam berinteraksi antar sesama, refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebhinekaan.

Merefleksikan keteladanan hijrahnya nabi Muhammad SAW dalam konteks kebhinekaan global, salah satunya kemampuan beliau mengelola masyarakat Madinah yang beragam. Dua suku dipersaudarakan yaitu suku Ansar dan suku Muhajirin. Beliau juga mendamaikan suku Aus dan suku Khzaraj, dua suku asli yang sering bertikai. Melalui bantuan para sahabat nabi, suku- suku ini dapat hidup saling membantu dan saling melindungi. Pembinaan persaudaraan dilakukan terhadap berbagai umat Islam yang terdiri dari beberapa suku dan kabilah dengan membangun mesjid Nabawi dan Mesjid Quba sebagai sentra kegiatan umat Islam.

Dan yang paling penting adalah Perjanjian Piagam Madinah sebagai perjanjian dengan Kaum Yahudi yang isinya mengatur kebebasan beragama, berpendapat, perlindungan harta benda dan larangan tindakan kejahatan. Semangat yang penting diwariskan dari keteladanan Nabi Muhammad di era hijrah beliau adalah penghargaan atas perbedaan, semangat kolaborasi dan gotong royong. Dan hal ini dapat direfleksikan dengan kebhinekaan global yang menjadi salah satu tujuan pembentukan karakter bagi peserta didik di profil pelajar Pancasila.

Kemampuan Nabi Muhammad mengatasi perbedaan karena beliau tidak menganggap rendah suku, agama dan kelompok lain. Karena itu sikap etnosentrisme atau sikap yang menjunjung tinggi suku, budaya, agama dan kelompok sendiri dan menganggap rendah suku lain haruslah dihindari. Sebab keyakinan bahwa agama, suku budaya atau kelompok sendiri yang paling benar bukanlah alasan merendahkan suku, agama, budaya dan kelompok lain. Kedua, nilai gotong royong.

Nabi Muhammad mempersatukan berbagai suku di Madinah dengan berkolaborasi dengan para sahabatnya dan beberapa stakeholder di Madinah. Ini sebagai contoh pentingnya bergotong royong untuk mencapai kebaikan. Dalam keseharian peserta didik dapat membiasakan diri selalu berinisiatif terlibat dalam menyelesaikan pekerjaan untuk kepentingan bersama. Ketiga, nilai kerukunan. Nabi Muhammad melakukan  melakukan perjanjian sebagai bentuk apresiasi beliau terhadap perbedaan, dimana perbedaan itu harus diatur berdasarkan kesepakatan bersama.

Perjanjian ini sekaligus sebagai bentuk tindakan preventif atas konflik yang terjadi karena adanya perbedaan. Peserta didik pun dapat melakukan hal tersebut dalam kelas seperti membuat kesepakatan tugas di kelas sehingga dapat tercipta kerukunan dalam kelas.

Makna yang sama dapat direfleksikan dari tradisi tahunan di masyarakat. Membagi bubur syuro ke fakir miskin sebagai simbol menepiskan perbedaan status ekonomi dan dapat menguatkan persaudaraan. Begitu pula dengan makna mabbaca selain sebagai rasa syukur juga dapat menguatkan silaturrahmi dan menjadi cikal tumbuhnya semangat gotong royong. Adapun mabbalanca dapat dimaknai sebagai simbol pentingnya membersihkan hati untuk menjalani hari yang lebih baik.

Bagaimana kegiatan pawai dan karnaval? Tentu sangat penting bagi peserta didik. Mereka butuh momen untuk mengaktualisasikan diri, butuh semangat kebersamaan, butuh bergerak, dan butuh keriangan, butuh memakai pakaian-pakaian tradisional.

Teriakan, nyanyian, lambaian tangan, berfoto selfi, tertawa, sambil bercerita dengan sesama teman saat karnaval adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan sosial emosional mereka. Pengelolaan emosional yang baik akan membuat peserta didik merasa bahagia dan dampaknya dapat membantu mereka menjadi pelajar yang berkhebinekaan global.

Setiap tahun Peserta didik dapat melihat aneka ragam bentuk perayaan dan bisa jadi bentuk perayaan berubah setiap tahunnya tergantung bagaimana perkembangan masa terjadi. Guru selayaknya menyuguhkan aneka perayaan dan membimbing siswa merefleksikan makna perayaan itu baik dari kegiatan tradisional maupun kegiatan dalam bentuk umum. Karena setiap sejarah dapat dijadikan momentum untuk mewujudkan generasi yang lebih baik di masa depan.

Jika perwujudan kebhinekaan global dapat dilakukan, maka konflik antara pelajar, tawuran antara suku dapat terhindarkan. Semua pihak hendaknya menjadikan peringatan tahun baru Islam sebagai momentum mewarnai pikiran peserta didik tentang dunia yang penuh perbedaan dan bagaimana menghargai perbedaan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, sehingga profil kebhinekaan global dapat terwujud.(*)

*Nurhidayah Mantong, Tenaga Pendidik SMPN 9 Lembang, Pinrang Sulsel

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *