Connect with us

Kolom

Mengolah Asumsi dengan Data Mengenai Isu Pembangunan Dinasti Politik pada Pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

Published

on

Spread the love

Oleh: Iqbal Abdan Syakuran Achmad

Pada Pilpres Februari 2024 silam, Indonesia menyaksikan pertarungan politik yang memicu perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Berbagai macam spekulasi pun bermunculan yang disertai diskusi, dari pembawaan politik identitas, hingga pengulikan rekam jejak masa lalu dari tiap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, namun yang paling menyita perhatian publik adalah asumsi mengenai pemenangan PrabowoGibran yang dianggap oleh sebagian orang sebagai tonggak awal dari politik dinasti karena naiknya Gibran sebagai calon wakil presiden bertepatan dengan selesainya masa jabatan Presiden Joko Widodo setelah menjabat sebagai presiden Republik Indonesia selama 2 periode, naiknya Gibran sebagai cawapres juga terjadi dengan alur dan mekanisme yang cukup kompleks yang apabila saling dikaitkan satu sama lain dapat memunculkan spekulasi.

Namun, di balik asumsi publik tersebut, terdapat berbagai nuansa dan realitas yang perlu dipertimbangkan secara lebih cermat.

Fakta vs Asumsi

Asumsi publik tentang politik dinasti seringkali merujuk pada kekhawatiran akan konsolidasi kekuasaan dalam satu keluarga atau golongan tertentu, yang dianggap dapat mengancam demokrasi dan pluralitas dalam sistem politik. Sementara pengertian dari politik dinasti itu sendiri adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan.

Dalam konteks Pilpres 2024, pemenangan Prabowo Gibran, dengan Gibran sebagai wakil presiden yang merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo, diinterpretasikan sebagai langkah awal dalam pemantapan dominasi kekeluargaan dalam berpolitik. Di negara yang menganut sistem demokrasi, politik dinasti merupakan hal yang rancu dan tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang membuka peluang berpolitik seluas-luasnya, sehingga dalam konteks asumsi mengenai pembangunan politik dinasti walaupun melalui proses yang demokratis tetap memunculkan pertanyaan di kalangan publik.

Dimulai dari proses naiknya Gibran menjadi calon wakil presiden yang juga melibatkan peran salah satu Hakim dan juga ketua Mahkamah Konstitusi yaitu Anwar Usman yang ternyata adalah paman dari Gibran yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Joko Widodo, dengan revisi UU nomor 7 tahun 2017 pada pasal 169 huruf q tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden dari yang tadinya 40 tahun menjadi dengan tambahan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.

Poin yang menjadi asumsi perbincangan publik adalah penambahan syarat “pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah” memiliki keterkaitan dengan Gibran yang saat itu sedang menjabat sebagai walikota Solo, putusan MK tersebut ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2023 yang mana hanya berjarak 2 hari sebelum pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 19 Oktober 2023 sehingga memunculkan kecurigaan publik, selain itu 4 dari 9 hakim yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo menyatakan dissenting opinion atau opini yang berlawanan dari pendapat mayoritas, serta 2 hakim yang menyatakan ocurring opinion atau alasan yang berbeda, perbedaan tersebut menjadi pertanyaan mengenai rasionalisasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Berlanjut kepada asumsi publik mengenai ketidaknetralan pejabat dan ASN dalam konteks pemilu 2024. Pada realitanya publik mempertanyakan konsistensi presiden Joko Widodo karena 2 pernyataan beliau yang bertentangan, pada acara Pengarahan Presiden RI Kepada para Pejabat Kepala Daerah se-Indonesia 30 oktober 2023 beliau menyatakan “masuk ke tahun politik, pemilu, saya minta Pak Gubernur, Bapak-Ibu Bupati/Wali Kota, berikan dukungan pada tugas-tugas KPUD dan Bawaslu, tapi tidak mengintervensi apa pun, (hanya) membantu. Anggaran segera, disegerakan. Dan juga, saya minta, jangan sampai memihak. Itu dilihat lo, hati-hati. Bapak-Ibu dilihat. Mudah sekali kelihatan Bapak-Ibu memihak atau enggak. Klik, sudah. Dan juga pastikan ASN itu netral.”.

Namun di lain kesempatan pada wawancara tanggal 24 Januari 2024 beliau justru mengatakan sebaliknya “Presiden itu boleh loh kampanye, Presiden itu boleh loh memihak, boleh, tapi yang paling penting pada waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara”.

Sebagai bukti pendukung atas pernyataannya, presiden menekankan dengan UU nomor 7 tahun 2017 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak kampanye.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kepentingan lain untuk tidak konsisten dalam memberikan pernyataan dan pengambilan keputusan.

Di lain sisi, beberapa pejabat dan ASN juga menunjukkan sikap ketidaknetralan baik dengan perkataan maupun pesan tersirat seperti apa yang dilakukan Menteri BUMN Erick Tohir yang mengarahkan untuk memilih Prabowo-Gibran apabila ingin sepak bola Indonesia maju, jika mengacu pada pernyataan awal presiden Jokowi, pernyataan Erick Thohir dapat dianggap berlawanan apalagi dengan mengarahkan masyarakat untuk memilih pasangan calon Prabowo-Gibran.

Angka anggaran bansos pada tahun 2024 juga naik Rp10,8 triliun dibandingkan realisasi belanja bansos 2023. Hal ini memunculkan asumsi publik bahwa Tindakan yang dilakukan adalah dalam rangka pemenangan paslon tertentu, karena apabila menilai urgensi dari bansos itu sendiri yang tidak se-urgent pada tahun 2020 yang tertinggi dalam sejarah, kemudian menurun pada 2021 dan 2022 di mana angka penyebaran wabah COVID-19 masih sangat tinggi, dan kian menurun pada tahun 2023, sementara pada 2024 ini anggarannya mengalami peningkatan yang drastis dan tiba-tiba Ketika mendekati masa pemilu, sehingga memantapkan asumsi publik mengenai penggunaan bansos tersebut untuk segelintir kepentingan.

Beberapa poin diatas yang jika dikaitkan satu sama lain mungkin dapat menjadi rasionalisasi pendukung mengenai asumsi pembangunan dinasti politik pada konteks pemenangan Prabowo-Gibran di pilpres 2024 karena berkaitan erat dengan konsep kekuasaan, seperti pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan, akan tetapi hal tersebut hanya berupa spekulasi dan masih memerlukan faktor pendukung lain yang membuktikan kebenaran spekulasi tersebut, dan hal tersebut dapat kita lihat pada keputusan-keputusan mendatang seiring berjalannya waktu.

Editor: M Galang Pratama

*Iqbal Abdan Syakuran Achmad, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Brawijaya, saat ini saya berada di semester 2. Saya sangat tertarik dengan dinamika politik dalam negeri Indonesia yang mana kedepannya dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia serta pengambilan keputusan dalam forum internasional. Dalam konteks topik “Mengolah Asumsi dengan Data Mengenai Isu Pembangunan Dinasti Politik pada Pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024”, saya memiliki minat khusus untuk memahami bagaimana kekuasaan dipengaruhi oleh elemen non-formal seperti keluarga serta bagaimana kepentingan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan.

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *