Connect with us

Kolom

Tradisi Dui Menre Suku Bugis di Kabupaten Wajo dalam Perspektif Islam

Published

on

Spread the love

Oleh : Mariana*

Adapun tradisi Dui Menre suku Bugis di Kabupaten Wajo merupakan kegiatan yang dilakukan pada salah satu tahap dalam tradisi perkawinan Bugis, yaitu tahap perundingan atau kesepakatan perkawinan yang dalam istilah adat dikenal dengan tahap “Mappetu Ada” atau Mappasiarekkeng, pada tahap inilah dibicarakan tentang Dui Menre atau uang belanja yang digunakan untuk membiayai undangan, konsumsi acara, pesta perkawinan dan lain-lain.

Dalam pembicaraan tersebut akan dibahas berapa jumlah Dui Menre yang akan diminta atau ditawarkan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki dan berapa jumlah Dui Menre yang sanggup diberikan oleh pihak laki-laki, dalam bentuk apa dan kapan Dui Menre tersebut diserahkan.

Pada umumnya pembicaraan tentang jumlah Dui Menre dilakukan oleh orang tua atau keluarga dekat dari pihak laki-laki dan orang tua dari pihak perempuan, pihak laki-laki akan menanyakan berapa jumlah Dui Menre atau dalam istilah lain disebut modal, yang diminta oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Kemudian setelah itu pihak perempuan akan menyebutkan jumlah Dui Menre yang sebelumnya telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak keluarga dekat.

Kedudukan dan hukum Dui Menre menurut tradisi perkawinan Bugis di Kabupaten Wajo. Dalam tradisi perkawinan Bugis Dui Menre merupakan hal yang tidak terpisahkan dari adat Bugis yang telah dilakukan secara turun-temurun dan memiliki kedudukan penting dalam kehidupan masyarakat Bugis, termasuk masyarakat Bugis di Kabupaten Wajo.

Tanggapan masyarakat Bugis mengenai Dui Menre, bahwa jumlah Dui Menre dalam tradisi perkawinan Bugis tergolong tinggi dan menjadi suatu beban bagi pihak laki-laki untuk melangsungkan perkawinan.

Dalam Islam pemenuhan Dui Menre atau uang belanja seperti yang terjadi pada tradisi perkawinan Bugis di Kabupaten Wajo bukanlah merupakan rukun dan syarat dalam perkawinan.

Wawancara dengan Ibu Umrah (37) salah satu masyarakat di Kabupaten Wajo saat diminta keterangannya terkait Dui Menre

Wawancara dengan Ibu Umrah (37) salah satu masyarakat di Kabupaten Wajo saat diminta keterangannya terkait Dui Menre.

Seperti halnya menggelar pesta perkawinan dengan sangat meriah dan mewah yang bertujuan untuk meningkatkan derajat dan statussosial di masyarakat pada hakikatnya hanyalah pemborosan dan menghambur-hamburkan harta saja, sementara dalam hukum Islam manusia dituntut untuk menggunakan harta dengan sebaik-baiknya dan dilarang menghambur-hamburkannya dengan boros karena hal tersebut dapat merugikan dan merusak diri sendiri dan perbuatan yang menghamburkan harta dengan boros merupakan perbuatan syetan, sebagaimana larangan Allah Swt dalam Q.S. Al-Israa’ Ayat 26 dan 27.

*Mariana, Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pare pare

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *