Connect with us

Kolom

Budaya Sipakainge’, Sipakatau, Sipakalebbi dalam Aktivitas Sehari-hari Masyarakat Labili-Bili

Published

on

Spread the love

Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang mencakup kepercayaan, kesenian, adat istiadat, moral keilmuan, dan lain sebagainya yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu. Adapun budaya lokal yang merupakan budaya asli yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain.

Dalam kehidupan masyarakat Bugis terdapat sebuah falsafah hidup yang terealisasi, yakni budaya Sipakainge’, Sipakatau dan Sipakalebbi yang merupakan budaya suku Bugis yang memiliki pengaruh positif terhadap pembentukan kepribadian setiap individu.

Dalam pengertian masyarakat suku Bugis, Sipakainge’ berarti saling mengingatkan, Sipakatau artinya saling memanusiakan dalam kondisi apapun, dan Sipakalebbi artinya saling menghargai satu sama lain.

Prinsip inilah yang terus diamalkan masyarakat Bugis untuk membangun kepribadian individu seperti dalam pendidikan karakter, mengingat derasnya pengaruh arus globalisasi. Oleh karena itu, Sipakainge’, Sipakatau, Sipakalebbi diperkenalkan secara turun temurun oleh anggota masyarakat suku Bugis.

Nilai Sipakainge’, Sipakatau, Sipakalebbi adalah budaya yang sudah ada sejak manusia lahir, nilai ini lahir dari keluarga yang mengandung nilai keluhuran, arif, bijaksana sebagai prinsip hidup yang di yakini kebenarannya sehingga dijadikan sebagai pedoman hidup. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah nilai perdamaian, kebersamaan, saling menghormati, saling menegur, kasih sayang, persatuan, kerja sama dan gotong royong.

Sipakainge’ adalah budaya masyarakat suku Bugis yang saling mengingatkan, saling menegur satu sama lain sebagai upaya pencegahan agar masyarakat terhindar dari perbuatan yang dapat melanggar norma-norma yang telah ditetapkan.

Budaya ini mengingatkan masyarakat dalam hal-hal kebaikan dan menghindarkan dari perbuatan yang dapat “mappakasiri’-siri'” (perbuatan yang dapat menimbulkan rasa malu). Dalam masyarakat bugis, Siri sama dengan derajat harga diri, martabat, nama baik, reputasi, dan kehormatan diri maupun keluarga, yang semuanya harus dijaga dan dijunjung tinggi dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari.

Sipakatau adalah budaya masyarakat Bugis yaitu sifat saling memanusiakan manusia. Nilai sipakatau ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mulia, oleh karena itu manusia harus diperlakukan secara baik dan dihargai. Budaya ini menempatkan manusia dalam posisi apapun, tidak memandang ras, agama, derajat, jabatan, dan lain sebagainya, sebagaimana sejalan dengan ajaran agama.

Adapun Sipakalebbi yaitu budaya masyarakat Bugis yang artinya saling menghargai, saling memuji, saling mengasihi, saling membantu, dan tidak saling menjatuhkan antar sesama manusia. Budaya ini sama halnya dengan budaya Sipakatau. Budaya Sipakalebbi merupakan konsep yang memandang manusia sebagai makhluk yang senang dipuji dan diperlakukan sebagaimana mestinya. Saling memuji satu sama lain akan menciptakan suasana lingkungan yang menyenangkan.

Budaya ini juga dapat menciptakan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Sebagaimana gotong royong termasuk dalam pengamalan Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.

Masyarakat Labili Bili adalah masyarakat yang mayoritas penduduknya menganut suku Bugis. Sebagai masyarakat suku Bugis, masyarakat ini menjunjung tinggi budaya Sipakainge’, Sipakatau, Sipakalebbi.

Budaya ini tidak pernah hilang dalam masyarakat Labili Bili, karena masyarakat ini selalu mengamalkannya dan mengajarkannya secara turun temurun.

Berdasarkan pendapat narasumber (masyarakat Labili Bili) yang telah diwawancarai, penerapan budaya Sipakainge’ dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Labili Bili ditunjukkan pada sikap “mapparingerrang” (mengingatkan), seperti halnya jika ada suatu acara dan semua masyarakat Labili Bili berkumpul dalam acara tersebut dan waktu shalat tiba, semuanya saling mengingatkan agar menunaikan shalat.

Adapun pendapat narasumber lainnya, Sipakainge’ ditunjukkan dalam “tudang sipulung maringkalinga ceramah” yang artinya duduk berkumpul dan mendengarkan ceramah. Ceramah yang didalamnya terdapat nasihat-nasihat dapat membantu seseorang untuk mengoreksi dirinya dan membantu seseorang memahami hal yang baik dan buruk, hal ini termasuk penerapan budaya Sipakainge’.

Adapun jika ada masyarakat yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma dan agama, maka masyarakat lainnya menegurnya untuk kembali ke jalan yang benar, hal ini juga termasuk budaya Sipakainge’ yang diterapkan oleh masyarakat Labili Bili.

Jadi, budaya ini merupakan budaya yang menjadi alat kontrol dan pengendali diri masyarakat Labili Bili agar selalu senantiasa berada di jalan yang benar dan tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar aturan norma dan agama.

Budaya Sipakatau dan Sipakalebbi menurut pendapat masyarakat Labili Bili, yang diterapkan dalam aktivitas sehari-hari adalah membantu tetangga jika ada yang kesusahan, seperti jika ada masyarakat yang butuh uang untuk pengobatan anaknya atau untuk kebutuhan lainnya maka masyarakat lain pun akan membantunya. Selain itu, penerapan budaya ini dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Labili Bili yaitu “Turung”, yang artinya pergi membantu tetangga saat ada acara, baik acara pernikahan, syukuran, aqiqah, dan lain sebagainya.

Penerapan lainnya dalam budaya ini dapat dilihat pada aktivitas “Marakka Bola” (mengangkat / memindahkan rumah), dimana aktivitas ini mencerminkan sikap gotong royong dan saling membantu. Adapun pendapat lain masyarakat Labili Bili dalam penerapan budaya ini yaitu, saling menghargai seperti tidak memandang rendah masyarakat yang tidak kaya dan yang tidak mempunyai jabatan/reputasi apapun, tidak membeda-bedakan tamu undangan dalam suatu acara dan jika ada pembagian makanan semua takaran makanannya rata, tidak dibedakan porsi makanan orang yang jabatannya tinggi daripada masyarakat lainnya. Pada dasarnya penerapan budaya Sipakatau dan Sipakalebbi dalam menjalani kehidupan bukan hanya sekedar tuntutan akan kebutuhan harga diri bagi manusia.

Akan tetapi, Sipakatau dan Sipakalebbi merupakan salah satu kewajiban manusia dalam menjalani kehidupan. Semakin tinggi tingkat budaya Sipakatau dan Sipakalebbi dalam lingkungan masyarakat maka akan berdampak pada terciptanya suatu tingkatan yang luar biasa dalam diri masyarakat tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam masyarakat Labili Bili maupun masyarakat suku Bugis lainnya, nilai budaya Sipakainge’, Sipakatau, dan Sipakalebbi memiliki nilai-nilai toleransi yakni bagaimana menghormati ciptaan Tuhan, mengingatkan dalam hal kebaikan agar tidak “mappakasiri’-siri'” dan saling menghargai untuk menciptkan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Sehingga dapat dijadikan upaya pencegah sikap intoleransi.

Keberadaan suku Bugis di Indonesia menjadi suku yang menganut banyak prinsip dan nilai-nilai daerah yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Prinsip dan nilai-nilai yang dianut suku Bugis sebagian besar tertuang dalam pembentukan kepribadian dan pendidikan karakter, seperti halnya nilai budaya Sipakainge’, Sipakatau, dan Sipakalebbi.

Ketiga nilai inilah yang dijadikan prinsip oleh masyarakat suku Bugis yang senantiasa diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Budaya yang lahir untuk dijadikan sebagai pedoman hidup yang memiliki arti penting dalam setiap penerapannya.

*Penulis: Widyayani, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Parepare

 

Wawancara dengan masyarakat Labili Bili

Wawancara dengan masyarakat Labili Bili

Editor media warnasulsel.com - Portal media kiwari yang menyajikan berita lebih hangat berfokus berita pendidikan, sastra, buku dan literasi di sulawesi selatan

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *